Tuesday, January 5, 2010

Standar Proses Pendidikan (2 Pendapat dari Sudut Pandang yang Berbeda)

Berikut saya akan mengutip artikel dari

http://mursyid.wordpress.com/2007/11/16/standar-proses-pendidikan
Untuk kesekian kalinya kita ribut lagi dengan Ujian Nasional. Saya ingin memberi catatan kecil saja pada polemik yang satu ini. Penerapan ujian nasional yang batas nilai kelulusannya setiap tahun meningkat boleh jadi merupakan sesuatu yang baik. Sulit dibayangkan jika seseorang lulus dengan nilai 5 (awalnya ditetapkan 3). Kalau tidak salah waktu kecil dulu 5 ke bawah sudah ditulis dengan tinta merah. Walaupun demikian, ada yang perlu dikomentari dari pelaksanaan UN ini.
Orang boleh bicara output untuk melihat keberhasilan suatu proses. Tetapi output bukan merupakan ukuran mutlak. Bahkan menurut hemat saya kuncinya bukan pada output, tetapi pada proses. Kalau berbicara proses pengendalian dalam manajemen, pendekatan modern mengatakan pengendalian bukan dilakukan pada hasil. Kalaupun kita mengukur hasil, ukuran tersebut hanya digunakan sebagai indikator baik buruknya proses yang terjadi. Yang lebih penting lagi, proses pengendalian seharusnya dilakukan untuk memberikan umpan balik kepada sistem agar dapat melakukan koreksi jika terjadi penyimpangan pada proses. Dengan demikian, tidak tepat jika langkah pengendalian hanya dilakukan pada akhir proses dimana tidak dimungkinkan lagi untuk memperbaiki sistem. Dalam kasus UN hal ini akan menjadi lebih kritis karena hasil yang diukur akan menyebabkan beban proses pendidikan menjadi bertambah.
Berangkat dari pola pikir yang memperhatikan proses maka kebijakan UN memang harus didahului kejelasan terhadap proses pendidikan yang akan diuji lewat UN. Pada saat mengembangkan suatu sistem, setelah tujuan ditetapkan kita perlu menentukan proses apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Tidak pada tempatnya jika dalam sebuah organisasi atau perusahaan, ada tujuan tanpa dibekali proses untuk mencapainya. Pada prakteknya memang hal ini yang lebih banyak terjadi. Bawahan atau pelaksana diberikan beban yang cukup berat (apalagi tanpa otoritas) untuk memikirkan sendiri bagaimana cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Boleh jadi karena atasannya sendiri tidak mengetahui cara mencapainya, mungkin karena tidak mau tahu, atau mental yang selalu ingin terima jadi. Hal semacam ini sangat berbahaya. Selain karena akan menyebabkan tidak tercapainya tujuan dengan efektif, juga akan menumbuhsuburkan mental menghalalkan segala cara. Padahal mental-mental seperti ini yang harus dikikis oleh proses pendidikan.
Secara ideal, target nilai UN harus disertai dengan pengembangan proses bisnis yang dipersyaratkan. Sejauh pengetahuan saya, proses bisnis pendidikan ini yang belum kita miliki, baik di level SD, SMP bahkan sampai perguruan tinggi. Mungkin itulah sebabnya mengapa pendidikan di negeri ini memang tidak pernah dapat disejajarkan dengan pendidikan di negara lain. Bukan rahasia lagi bahwa rumusan tujuan pendidikan di negara kita sangat baik. Tetapi lihatlah hasilnya, banyak kecurangan dilakukan (bahkan oleh guru!!!), mental siswa yang lebih suka berkelahi daripada berkreasi, dan banyak lagi hal-hal menyimpang lainnya.
Sebagai kesimpulan akhir catatan ini, pemerintah memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengembangkan standar proses bisnis pendidikan. Teknis pelaksanaan dapat diatur kemudian. Saya yakin pemerintah tidak akan berdiri sendiri, banyak pihak yang akan membantu.
Tanggapan saya :
Badan Standar Nasional memberikan penjelasan mengenai Standar Proses Pendidikan, yaitu proses pembelajaran interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik . Saya hanya akan berpikir realistis. Dunia kerja akan melihat terlebih dahulu “hitam di atas putih”, apa maksudnya?? Adalah kertas yang disahkan oleh pihak yang terkait dan berwenang dan berisi catatan dalam berupa angka, atas kompetensi yang kita raih, dengan kata lain adalah Ijazah, setifikat yang menunjukan apakah kita kompeten atau tidak sesuai dengan bidang yang kita pilih. Kembali ke soal UN, saya tidak akan menyanggah tindakan pemerintah mengenai UN, hanya saja standar kelulusan yang ditetapkan harap dikaji ulang. Sangat disayangkan apabila seorang siswa yang sangat mahir dalam suatu bidang, mengalami kegagalan dalam UN karena ia tidak lulus pada bidang yang lain. Contoh kasus adalah teman saya (wew jadi curhat gini), dia sangat pandai dalam berbahasa asing (yaitu bahasa Inggris, Perancis, dan Jepang) tetapi ia mengalami kesulitan dalam mata pelajaran Matematika (karena dia mengambil jurusan bahasa waktu duduk di SMA), akibatnya ia hampir gagal dalam UN, dan gagal total dalam seleksi masuk perguruan tinggi. Contoh kecil ini menandakan pemerataan standar kelulusan adalah hal yang “mustahil” dilakukan pada saat ini. Tingkat pendidikan kita (Indonesia) masih sangat rendah.
Menurut hemat saya, standar kelulusan lebih baik mengacu kepada jumlah dan tingkat kompetensi yang diambil oleh peserta didik sesuai dengan jurusannya masing-masing, bukan berarti saya mendukung penghapusan UN..Bukankah tingkat keahlian seseorang perlu di uji???
“Secara ideal, target nilai UN harus disertai dengan pengembangan proses bisnis yang dipersyaratkan. Sejauh pengetahuan saya, proses bisnis pendidikan ini yang belum kita miliki, baik di level SD, SMP bahkan sampai perguruan tinggi. Mungkin itulah sebabnya mengapa pendidikan di negeri ini memang tidak pernah dapat disejajarkan dengan pendidikan di negara lain. Bukan rahasia lagi bahwa rumusan tujuan pendidikan di negara kita sangat baik. Tetapi lihatlah hasilnya, banyak kecurangan dilakukan (bahkan oleh guru!!!), mental siswa yang lebih suka berkelahi daripada berkreasi, dan banyak lagi hal-hal menyimpang lainnya.” Hal itu memang realita, tujuan pemerintah kita memang sangat baik, tetapi nampaknya pihak tinggi dalam birokrat pendidikan tidak “turun ke lapangan” dalam merumuskan rancangan standar proses pendidikan..Oh iya..satu hal lagi…hal yang perlu diperbaiki dalam pendidikan di Indonesia adalah “MENTAL ORANG INDONESIA ITU SENDIRI!!”.

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com